Sunday 30 October 2022

Sajak Tanpa Rima

Bagian 1 : Dia

Ini adalah sebuah sajak tanpa rima, tak ada rasa yang sama di ujung setiap kata.
Hampa juga ternyata, tapi, tetap saja Dia tulis dengan bangga, kata-kata yang tak bermakna apa-apa.
Sebenarnya, Dia dengan sadar dan sukarela, masih membuka mata nya untuk sekedar menahan lara.
Mendengarkan nada-nada berirama hingga menonton laga favorit nya.
Mulut berkali-kali menganga tanda tak kuat untuk tetap terjaga.
Semua rasa kantuk yang di dera nya, seakan tak ada apa-apa nya dengan apa yang Dia rasa.


Bagian 2 : Aku

Ini adalah sebuah sajak tanpa rima, harus ku selesaikan segera meski tak indah di pandang mata.
Seperti nya terlalu lama aku menunda, hingga aku tak sadar playlist lagu Thai mampir di beranda.
Tentu aku tak paham apa yang wanita ini nyanyi kan, tapi merdu juga walau tak ada yang bisa ku baca.
Kulanjutkan tulisan ku, yang belum ada setengah alinea, apalagi sebait sastra.
Aku tau kalau Aku tidak kemana-mana, duduk diam seakan tak bernyawa atau menghirup udara.
Dimana tumpangan yang ku tunggu di depan mata, apa sebenarnya tak pernah tercipta?


Bagian 3 : Kita

Ini adalah sebuah sajak tanpa rima, layak nya Kita, yang tak pernah bersuara sama.
Kita sama-sama mati rasa, dan memendam ekspektasi luar biasa.
Sanggup kah Kita berjalan setara sampai di penghujung sumber cahaya?
Atau Kita akan menjadi Kita, saja, tanpa pernah punya kesempatan tertawa bersama?
Hidup masing-masing di istana merdeka ciptaan Kita, yang tak pernah sama.
Lalu, apa yang masih Kita cari, jika berdiri saja tak bisa setegak para remaja?


Bagian 4 : Tidak Ada

Ini adalah sebuat sajak tanpa rima. Tidak Ada. Tidak Apa. Ada Apa.

Yogyakarta, 31 Oktober 2020
~ Koko

Share:

Sunday 26 June 2022

Pak Tani, Tidur.


Meragu lagi, berhenti di persimpangan lagi, menakutkan kembali, seperti setengah mati, yang belum benar-benar mati, nyaris di ujung jari, menanti kaki-kaki beraksi dengan hasil yang masih belum pasti. 

Api Pak Tani malah meredup dan mulai kuncup,
Sudah tak semembara ketika pertama kali meletup,
Sebab, sekumpulan Air biadap seketika muncul bersama sebuah era yang seharusnya sudah tertutup.
Menjebol pematang sawah Pak Tani yang telah menyerah tak sanggup.

Alih-alih menutup arus, Pak Tani justru bersembunyi kaku di balik bilik gubuk tua nya. Tak banyak yang bisa Pak Tani lakukan, hanya sekedar mendengar cerita lucu dari para burung pipit yang berkicau di depan nya. Pak Tani tertawa, tapi tidak lepas. Tersenyum, tapi tidak bebas. Bahagia, tapi tidak terasa.

Pak Tani kebingungan, lalu tertidur, bermimpi berlibur, tak terbangun meski suara dengkur nya menggelegar mengisi seluruh sudut gubuk bambu nya.

Pak Tani, Tidur. 

Yogyakarta, 27 Juni 2022

~ Koko

Share:

Friday 13 May 2022

Memarahi Si Penggigau

Woii, penggigau. Mikir apa kau! Tak cukup kah hari-hari paling tidak memukau milik mu itu meracuni seisi pulau? Kisah masa lampau mu itu sama sekali tak menarik untuk di kicaukan. Sudah, pendam saja di ujung dasar danau atau kau lemparkan saja di kawah gunung Krakatoa.

Ingat ya, hidup mu ini berarti. Yah, walau munhkin bukan untuk dirimu sendiri. Kaki mu bisa saja kau kasih ke penjual sop sapi, mana tau mereka butuh tambahan urat-urat nadi di balik kulit bersisik mu. Atau, mungkin usus dua belas jari mu, mana tau anak-anak desa penari butuh tali untuk di jadikan aksesori penganti. Atau, mata mu, mata coklat yang tak memiliki aura positif sama sekali itu, mana tau bapak-bapak global elite di gedung sana butuh bola golf organik. Apapun itu, tetap lah hidup, karena mati, tidak akan membuat mu lebih berarti. 


Yogyakarta, 13 Maret 2022
~ Koko
Share:

Thursday 12 May 2022

Bukan Lagi

Tak tertidur lagi ? 
Tak mau mati, lagi ?
Tak tahu mau apa lagi, tak ingin seperti dulu lagi.
Lagi-lagi begini lagi.
Merencana lagi, meninggi mimpi lagi.
Kata terlanjur berbunyi, wajib terpenuhi.
Easy, diri ini tak mudah alergi, meski pernah terinfeksi berkali-kali.
Jiwa ini sudah terlampau sakti, anti segala bentuk anarki dan caci maki.
Mari rusak doktrin tak berati dari si biang keladi.
Tunjukan pada seluruh penghuni bumi, akulah yang memegang kendali.

Bukan lagi, !


Yogyakarta, 13 Mei 2022
~ Koko
Share:

Friday 16 July 2021

Porak Poranda

 Porak poranda sudah, tak ada yang tersisa. Menangis lah, niscaya tak ada seorang pun peduli, lagi. Bahkan tulisan konyol mu ini tak berati apa-apa. Tak ada yg membaca, tak ada yang seksama. Sirna, bersama usaha mu menarik simpatisan belaka. Tak ada seorang pun lagi di dunia ini yang ingin mengasihani manusia seperti mu. Seakan-akan menjadi orang  yang tidak ingin perhatian, padahal orang yang paling haus kasih sayang dan pengertian. Berlindung di balik kata-kata, aku Mati Sendiri.

Kini semua semakin menyiksa bukan? Kau yang terkesan sok kuat, berubah menjadi mahkluk sekarat. Kau tak ingin di dekati, tapi takut Mati Sendiri. Sudah cukup melarikan diri, menghibur hati dan menunda mati, kini saat nya berdiri, berlari dan realisasi kan mimpi. Sudah tak punya Mimpi? atau terlalu basi? Baik, mari buat lagi, cari lebih teliti, ulang sampai jadi, sampai saat waktu berhenti, lalu mati, pastikan kau tak lagi sendiri, tak lagi merasa sepi.


Yogyakarta, 16 Juli 2021

~ Koko

Share:

Wednesday 14 July 2021

Mati, Sendiri?

Mari menulis, Lagi.

Siklus konyol yang sering terulang, terulang lagi malam ini. Segelas Kopi Dingin di malam yang gerah menjadi doping ringan penuh dengan gairah. Begitulah pikir Pemuda Taek ini. Padahal dia tau kalau satu minggu atau mungkin tak sampe 3 hari siklus ini kembali ke state yang seperti biasa nya. Tak ada bahasan, tak ada bahan obrolan, lalu perlahan lenyap bersama hening nya suara notifikasi.

Si Pemuda Taek ini pasti paham betul, bahwa obralan ini hanya kan berlangsung tak berapa lama saja, seperti bau kentut sapi yang tertelan bau lethong nya sendiri. Lantas, mengapa dia masih saja mengoceh lembut, seakan-akan apa yang imajinasi kan Si Pemuda Taek akan terwujud. Gila, benar-benar gila, obrolan Pemuda Taek ini semakin menggila. Tak terduga dan tak disangka-sangka bukan.

Ah sudah lah, tak ada bahan lagi untuk menulis, sepertinya akan berjalan lancar, pikir Si Pemuda Taek ini.

* * *

Kini kisah si Pemuda Taek memasuki fase Kedua komunikasi. Seperti yang pertama, berpindah mediasi. Si Pemuda Taek terus terus an secara konsisten melancarkan serangan demi serangan demi terwujud nya mimpi-mimpi basi yang seakan tak pernah berhenti. Sudah hampir seminggu Dia bercakap bersama rindu yang di tumpuk sepanjang waktu, kemudian di jamu syahdu pada hitungan ke satu.

Si Pemuda Taek semakin membara ketika mata liar nya menyaksikan undangan pesta Merah Delima. Tak secara langsung menohok pandangan mata, hanya intip-intip tipis di balik semak-semak jelaga. Kini Si Pemuda Taek tersenyum, tapi bukan kagum karena namaya tidak tercantum, bukan itu. Dia hanya tersenyum, menertawai hidup nya yang tak pernah mampu berjalan meski cuma sejengkal.

* * *

Tak ada harapan, tak ingin berharap, biarkan mengalir bak ikan mati. Setidak nya, dia akan Mati Sendiri, memisahkan diri, tak ada yang mencari, sampai langkah kaki ini berhenti, lalu benar-benar Mati, yang sebenar-benar nya Mati, Sendiri.


Share:

Monday 31 May 2021

Hilal Terlihat?

Ditinggal tanpa kabar dan di tinggal dengan kabar, lebih baik mana tuan? Sama saja kah? Atau jelas berbeda?

Rasa nya sama-sama sakit. Meski rasa nya sedikit berbeda, mungkin tempat nya berbeda. 

Malam ini, ku push kembali cerita "Takdir ?" Yg sempat ku sembunyi kan. Ah sial, ga bisa rubah tanggal, seperti ku tak bisa memutar waktu yg tertinggal.

Aku harus apa Tuhan? Duduk terbaring bak menunggu mangsa, seperti laba-laba, atau undur-undur. Padahal aku sudah tau bakal terlambat, dan dengan sok bijak bakal merelakan tempat dia berpijak. 

Kini dia telah beranjak, tanpa penjelasan yg memuaskan benak. 

Apakah karma ini berbalik kepada ku? Menjadi tokoh paling jahat di cerita rakyat ini? Ketika semua penonton mengira aku adalah character paling terkasihani, menjelma menjadi tokoh paling di benci dan dicaci maki tanpa henti, kini sendiri.

Pesan terakhir ku telah terkirim pasti, mengharapkan balasan meski hanya sebatas mimpi. Lalu, jika tak ada jawaban, bukan kah itu berbanding terbalik dengan mimpi yg kau anggap pertanda hati? Apakah begitu cara kerja sholat istiqoroh, memberi jawaban yg salah, agar memilih yang benar?

Kurasa, kali ini berbeda dg waktu itu. Kini, bertemu dg nya, sdh di tinggat yg sesulit bertemu dengan dia yg lama. Rasa-rasa nya, kali ini justru dia berada di tempat terjauh nya, lebih jauh dari dia yang lama. Sangat-sangat jauh,.
Share: